SURABAYA – Perang Rusia-Ukraina mengakibatkan harga minyak mentah dunia terus menguat. Seperti yang diketahui, Rusia merupakan negara produsen minyak terbesar ketiga di dunia. Selain minyak, Rusia juga merupakan negara produsen terbesar gas bumi.
Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga (IKA FH UNAIR) pada Sabtu (5/3/2022), mengadakan diskusi membahas konflik Rusia-Ukraina. Diskusi berjudul “Konflik Rusia-Ukraina dalam Perspektif Hukum Internasional” itu, mengundang empat pembicara dari alumni FH UNAIR yang merupakan profesional di bidangnya masing-masing.
Pembicara pertama, Dr. Didik S. Setyadi, merupakan alumni FH UNAIR angkatan tahun 1986. Didik adalah seorang pengamat sosial dan politik yang sekarang bekerja di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Didik memaparkan materi mengenai pengaruh konflik Rusia-Ukraina terhadap perdagangan minyak dunia.
Didik menjelaskan bahwa akar permasalahan konflik Rusia-Ukraina adalah minyak. Ia berujar bahwa pada saat Rusia masih menjadi Uni Soviet, harga minyak mentah pernah mengalami krisis pada tahun 1986. Menurut Didik, keterpurukan ekonomi Uni Soviet diakibatkan oleh harga minyak yang mengalami penurunan drastis. Akibat penurunan harga minyak yang drastis itu, sambungnya, Uni Soviet mengalami kolaps dan pada akhirnya bubar.
“Di sisi industri migas (minyak dan gas bumi, red) sendiri, ketika harga minyak turun, otomatis yang namanya pengeboran lapangan minyak yang semula banyak sekali dikembangkan di Siberia, pada saat itu harus dihentikan, ” paparnya.
Di samping itu, Ukraina saat masih bergabung dengan Uni Soviet mengalami masa yang berat. “Ukraina mengalami penindasan yang luar biasa. Namun demikian, satu hal yang harus kita lihat, Ukraina memiliki persoalan sosiologis di dalam internal mereka, ” kata Didik.
“Di Ukraina bagian timur, orang-orangnya di sana merasa lebih dekat secara sosiologis, secara kultural, dengan orang-orang Rusia. Sementara yang di bagian barat itu merasa lebih dekat dengan kultur orang-orang Eropa Barat. Dengan demikian, potensi perpecahan secara budaya antara orang Ukraina Timur dengan Ukraina Barat sudah ada. Sehingga apabila ada trigger sedikit saja, perbedaan itu lebih mudah membara, ” tambahnya.
Didik melanjutkan pemaparannya dengan menjelaskan bahwa kekuatan negara-negara di dunia bisa diukur dari angka konsumsi energi setiap negara. Semakin tinggi konsumsi energi di suatu negara, maka negara tersebut sedang mengalami pertumbuhan ekonomi.
Baca juga:
Tony Rosyid: HRS Diborgol, Lalu?
|
Energi yang dimaksud yaitu kebutuhan akan migas. Jika kebutuhan akan migas tidak terpenuhi, maka akan sulit bagi negara tersebut untuk berkembang. Situasi ini sedang terjadi di Ukraina dan benua Eropa.
Ia menjelaskan bahwa peraturan baru dari Rusia melarang jalur pendistribusian migas ke Eropa melalui wilayah Ukraina. Hal ini, sambung Didik, membuat Ukraina khawatir, sebab salah satu pemasukan Ukraina dari jalur pendistribusian migas menjadi berkurang.
“Dengan demikian, konflik Rusia-Ukraina mempengaruhi kondisi perdagangan minyak mentah dunia, karena Rusia merupakan salah satu negara produsen migas terbesar di dunia. Namun, negara Indonesia tidak menghadapi risiko apa pun terhadap konflik Rusia-Ukraina. Kendati begitu, Indonesia tetap menjadi salah satu negara yang terdampak, ” tutupnya.
Penulis : Dewi Yugi Arti
Editor: Nuri Hermawan