SUMENEP- Protes Kuasa Hukum H Ahmadi terhadap pemasangan prasasti Cagar Budaya dan Surat Keputusan (SK) Bupati Sumenep yang menunjuk Yayasan Sunan Wirokromo Gendang Timur, mendapat respon dari pengamat hukum Tim Ahli Cagar Budaya Sumenep dan YLBH Madura.
Muhammad Saleh, SH, Pengamat hukum Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Sumenep, kembali mempertanyakan protes yang disampaikan Kuasa Hukum H Ahmadi terkait pemasangan Prasasti Cagar Budaya Asta Wirokromo Blingi Sapudi.
"Persoalannya dimana?, Penandatanganan Prasasti Cagar Budaya pada bulan Maret 2020. Masa akhir jabatan KH A. Busyro Karim sebagai Bupati Sumenep pada bulan Februari 2021, " terang M Saleh dalam rilisnya menanggapi protes Kuasa Hukum H Ahmadi.
Terkait SK pemanfaatan Asta Blingi oleh Bupati KH A. Busyro karena jelas di akhir jabatan. Bahkan M Saleh menjelaskan, aturan yang melarang Bupati selama enam bulan menjelang masa jabatannya berakhir adalah menyangkut hal-hal yang bersifat strategis, misalnya mutasi eselon.
"Kalau prasasti cagar budaya dan SK pemanfaatan objek cagar budaya adalah menyangkut hak yang notabenenya tidak bersangkut paut dengan hak orang lain, " lanjut M Saleh.
M Saleh mempersilahkan kelompok yang keberatan untuk melapor secara pidana ke Polres maupun ke PTUN.
"Apakah laporan nanti terbukti atau tidak, itu lain soal. Tapi kalau boleh saya sarankan jangan melapor secara pidana, karena tidak ada yang salah. Kalau menggunakan pasal tentang pemalsuan, apanya yang palsu, karena tanah Asta Sunan Blingi memang Tanah Negara seperti yang tercantum didalam SPPT. Kalau menurut saya ajukan gugatan ke PTUN, karena memang ranahnya, " terangnya.
M Saleh juga menyinggung SK Bupati Sumenep yang kalah di PTUN dan SK yang baru terbit 25 Januari 2021.
Kata Saleh, dua SK Bupati Sumenep itu jelas berbeda. SK lama sebelum ada penetapan sebagai Cagar Budaya terhadap Asta Blingi. Sedangkan SK Baru setelah Asta Blingi ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
"Putusan Pengadilan bertumpu pada pertimbangan hukum disebabkan karena Asta Blingi masih belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Kaidah Hukum mengatakan oleh karena sebabnya sudah bebeda, maka putusannya juga akan berbeda, " jelas M Saleh.
M Saleh juga mempertanyakan dasar H Ahmadi yang terkesan ngotot mempersoalkan pengelolaan Asta Blingi.
"Atas dasar apa H Ahmadi bersikeras mau mengelola/menguasai Asta Blingi? Apakah mengantongi SK Pengelolaan/Penguasaan dari Bupati, seperti pendahulunya yakni Kakeknya Muallima Mabil dan Orang tuanya H. Nur ? H. Ahmadi tidak memiliki Hak yang sah untuk mengelola/menguasai Asta Sunan Blingi, " pungkasnya.
Di tempat yang berbeda, Kurniadi, SH sebagai Pembina YLBH Madura mengaku bingung atas protes pemasangan Prasasti Cagar Budaya Asta Blingi dan adanya SK Bupati Sumenep.
Menurut Kurniadi, Asta Wirokromo Blingi itu sudah menjadi objek cagar budaya. Sesuai Undang Undang, Pemerintah Kabupaten Sumenep sebagai penguasa objek cagar budaya.
"Keberatan atas pemasangan Prasasti Tugu Cagar Budaya tersebut merupakan keberatan yang tidak beralasan secara hukum karena Pemda memiliki kewenangan memasang tugu prasasti tersebut, " sebut Kurniadi dalam rilis yang diterima redaksi indonesiasatu.
Dikatakan, Asta Wirokromo Blingi, Pulau Sapudi, Sumenep sebagai cagar budaya secara tidak langsung menyebut Asta Wirokromo Blingi bukan milik perorangan. Termasuk bukan milik H. Ahmadi yang diperoleh dari peninggalan nenek moyangnya.
"Nenek moyangnya H Ahmadi hanyalah “penjaga Asta”. Bukan pemilik. Titik!, " tegas Kurniadi yang juga pengacara Yayasan Sunan Wirokromo Gendang Timur.
Seperti diketahui, SK Bupati Sumenep nomor: 188/ 31 /KEP/435. 014/2021, Tertanggal 25 Januari 2021, menetapkan Asta Panembahan Blingi, di Kecamatan Gayam, Kepulauan Sapudi sebagai Cagar Budaya. Sekaligus menetapkan Yayasan Sunan Wirokromo Gendang Timur sebagai pengelola dan H Ahmadi sebagai juru kunci asta.
SK tersebut mendapat protes oleh H Ahmadi, putra juru kunci Asta Blingi yang almarhum.
Baca juga:
Immanuel Macron VS Politisi Indonesia
|
H Ahmadi melalui kuasa hukumnya, Mochammad Chusnul Manap dan Ahmad Azizi menggelar konfrensi pers untuk menyangkal keabsahan SK Bupati tersebut bertempat di Hotel Suramadu Sumenep, pada Rabu malam 30 Juni 2021.
H Ahmadi tidak berkenan karena ia merasa lebih berhak sebagai pengelola sekaligus juru kunci.
Mochammad Chusnul Manap ikut menjelaskan, situs cagar budaya pengelolaannya bisa diambil alih oleh negara apabila ditelantarkan oleh pemiliknya.
Sedangkan H Amadi, kata Manap, terus merawat Asta Panembahan Blingi. “Ini jelas berdasar UU tentang Cagar Budaya Pasal 75 ayat 2, ” jelasnya. (Qq)